Ranjaunews.com, Tanjab Barat. Dunia Pers dikejutkan oleh pemangku kekuasaan tertinggi dengan ditanda tanganinya di tahun 2024 peraturan baru dan di resmikannya.Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua atas atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pemerhati Pers mengungkapkan bahwa revisi UU ITE masih memuat pasal-pasal bermasalah seperti pencemaran dan penyerangan nama baik, ujaran kebencian, informasi palsu, dan pemutusan akses. Pasal-pasal bermasalah tersebut akan memperpanjang ancaman bagi publik mendapatkan informasi serta hak kebebasan berekspresi di Indonesia.
Seperti ragam warna warni koruptor tidak boleh di sentuh oleh tulisan Pers atau para raja raja daerah tidak boleh di ganggu karena pekerjaannya menguras sumber daya alam dan memperkaya diri sendiri.
Pers mau di tutup matanya.
Maka semua pemilik media dan seluruh INSAN PERS harus melek hukum dan memahami banyak pasal di KUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers. Pasal karet yang multi penafsiran akan menjadi alat penindasan Pers oleh pihak pihak yang tidak mau kepentingannya di ganggu oleh Pers.
Menurut PROF. DR KH. SUTAN NASOMAL kepada media menyampaikan “Insan Pers akan bisa terjebak oleh hukum dan terpidanakan dengan hukum yang menguntungkan sepihak. Maka dengan tujuan PERS DI BUNGKAM akan terlaksana.Banyak pasal yang membuat para senior Pers Indonesia melihat bahwa peraturan yang diresmikan saat ini adalah trik kebebasan Pers sedang dikuliti.Salah satunya Pasal 240 tentang tindak pidana penghinaan kepada pemerintah, presiden, dan wakil presiden. Pasal itu dinilai mengancam bahkan membahayakan kebebasan jurnalis, karena bersifat karet.Ada juga larangan menghina lembaga negara, ditemukan pada Pasal 353 dan 354 yang tertuang dalam KUHP.
Pasal 353:
1. Setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
3. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
Di Pasal 354 di KUHP tertulis, “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar yang memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III”.
Adapun Pasal 240 berbunyi, “Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV”.
Selain Pasal 240, ada juga Pasal 241 yang menyasar pada orang-orang yang menyiarkan, menunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar di muka umum, memperdengarkan rekaman maupun menyebarluaskan dengan teknologi informasi yang sah dengan isi penghinaan dapat dipenjara 4 tahun penjara atau paling banyak pidana kategori V.
Terkait pasal 240, menambahkan bahwa sejatinya pasal tersebut dapat menjadi boomerang bagi siapa saja, berbagai lapisan masyarakat. Sebab, objek dalam pasal tersebut meliputi pemerintah dari pusat hingga daerah.
“Jadi, bukan cuma presiden dan wakilnya, melainkan camat, lurah, dan jajarannya juga masuk dalam kategori pemerintah yang sah dalam pasal 240 itu,” terangnya.
Insan Pers harus mampu mengevaluasi tujuannya banyak pasal yang baru diresmikan.
Sehingga, sambung PROF DR KH SUTAN NASOMAL menilai pasal ini dikhawatirkan akan menjerat orang-orang yang mengkritik, terutama di media sosial. Ini upaya masyarakat sedang di bungkam dan di tekan oleh para pemangku kekuasaan saat ini (Red)